Minggu, 15 Juli 2007

Pak Isa Irawan, Sosok Guru Demokratis

Pak Isa Irawan bukan seorang guru, melainkan seorang dosen. Tapi, secara esensial, dosen dan guru kan sama saja, yaitu sama-sama pendidik. Kalau dalam blog ini saya menyebut Pak Isa sebagai guru, bukan berarti saya merendahkan kedosenan beliau.
Pak Isa, bagi saya adalah sosok seorang guru yang pantas jadi model. Beliau seorang doktor lulusan Austria pada bidang Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Di ITS, beliau mengajar matakuliah JST dan Sistem Fuzzy.
Orangnya sederhana. Justru dari kesederhanaannya itulah saya sebagai muridnya di Program Pascasarjana ITS mendapatkan kegairahan untuk bergulat dalam ilmu yang beliau bimbing. Ketika menyampaikan materi, Pak Isa membawa murid-murid ke dalam atmosfir ilmu itu tanpa ada kesan mendominasi. Kita seolah diajak berpetualang dalam lautan ilmu yang begitu luas, di mana kita memiliki kewenangan untuk mengendalikan nahkoda perahu kita masing-masing. Artinya, Pak Isa tidak menjejali dengan ilmu kepada kami, tapi kamilah yang diajak berkelana dalam lautan ilmu sendiri.
Hebatnya, Pak Isa tidak mesti merasa yang paling tahu terhadap banyak hal dalam ilmu itu. Pak Isa tidak pernah memamerkan ilmunya, melainkan mengajak murid-muridnya berenang-renang sepuasnya dalam lautan ilmu itu. Kita memiliki keleluasan untuk mengeksplorasi ilmu yang beliau sampaikan tanpa membatasinya sama sekali. Bahkan, beliau bisa menerima ketika kita menemukan dan menguasai hal-hal tertentu yang mungkin beliau sendiri kurang mendalamainya.
Justru di sinilah kehebatannya. Guru memang tidak harus serba tahu. Guru hanya membuka pintu gerbang. Setelah pintu gerbang terbuka, terserah kepada para murid secerapa banyak ilmu yang akan direguk. Bagi saya, sosok Pak Isa telah mampu memainkan peran ini. Sebuah sosok pendidik yang demokratis, yang dengan ikhlas membuka jalan bagi kami, para muridnya untuk belajar sepuas-puasnya.
Terima kasih, Pak Isa. Moga sepulang dari ITS, kami bisa seperti Pak Isa: menjadi sosok guru yang demokratis bagi siswa-siswi kami.