Kamis, 02 Januari 2014

Cerita-Cerita dalam Hujan



Judul Buku      : Lelakiku, di Antara Hujan & Kenangan (Kumpulan Cerpen)
Penulis             : Hazuki Auryn, dkk
Penerbit           : Indie Publishing
Cetakan           : Pertama Mei 2013
Tebal               : 257 halaman
Peresensi        : Mulyoto M 

Hampir bagi setiap orang, hujan membawa kesan khusus, baik kesan indah, maupun kesan buruk yang terkait dengan pengalaman hidup mereka. Tetes-tetes air yang jatuh dari langit itu akan membentuk garis-garis lurus yang menghunjam bumi dan menciptakan suara khas. Dalam sketsa garis-garis dan dalam suara gemuruh hujan, akan muncul berbagai cerita yang wujudnya sesuai dengan pengalaman masing-masing orang.
Dalam buku ini disajikan cerita-cerita romantis yang terkait dengan fenomena alam itu dari berbagai penulis dengan latar belakang yang beragam.  Ada 32 penulis di buku ini yang berbagi cerita romantis, masing-masing sesuai dengan pengalaman mereka.
Cerpen-cerpen ini lahir dari proses seleksi yang ketat dalam PEDAS Event VII-Lomba Menulis Cerpen Romantis (LMCR) bertema Lelaki dan Hujan, sebuah ajang lomba menulis cerpen yang diselenggarakan oleh Grup Kepenulisan PEDAS-Penulis dan Sastra di Facebook.
Sebagai hasil dari sebuah proses seleksi yang ketat, cerpen-cerpen dalam buku ini tampak sangat matang. Tidak itu saja, cerpen-cerpen itu juga menawarkan inspirasi kepada pembaca. Simak salah satu cuplikan cerpen berikut.
Nita menyahutinya dengan senyuman yang bahagia, kemudian ditatapnya pelangi sehabis hujan tadi dari balik rumah Roni. Rencana Tuhan memang selalu indah. (Pelangi Sehabis Hujan, Brenda Fiona Hitipew).
Coba simak juga paragraf terakhir dari cerpen karya May Valentine berjudul Menanti Sayap Pelangi di Januari berikut.
Esok hari, akan kubuktikan pada dunia bahwa Roni Ginanjar Satriani bukan lagi si lelaki menyedihkan yang mengais duka di antara rinai hujan. Nita harus tahu kalau dialah pelangi terindah yang kutemukan di akhir Januari.
Ini lagi.
Satu hal yang kupelajari dari mencintainya adalah tetap setia menunggunya dan tak akan lelah menunggunya sampai ia kembali. Tak pernah lelah aku mencintainya, karena aku tak punya pilihan lain selain mencintainya. Dia adalah belahan jiwaku yang datang melalui embusan angin. Walaupun suatu saat ia pergi, ia pasti akan kembali lagi padaku… (Lewat Embusan Angin, Restu Fajriazmi).
Hampir semua rasa yang bisa muncul dalam rinai hujan ada dalam cerpen-cerpen di buku ini: rindu, duka, cinta, setia, ceria, gairah hidup, dan lain-lain. Semuanya diracik dalam kisah yang sarat dengan romantisme. Hal ini akan membuat pembaca betah untuk mencicipi cerita demi cerita.
Ada yang sangat menonjol dari buku ini: meski buku ini terbit secara indie, kualitas cetakannya sangat mewah, bahkan bisa lebih mewah daripada buku-buku lain yang terbit secara mayor. Yang juga sangat menonjol adalah kualitas editing. Hampir tidak ditemukan adanya kesalahan EYD, atau kesalahan tulis. Lay out-nya juga rapi dan ada konsistensi dalam keseluruhan buku.
Sedikit kekurangannya barangkali adalah kesamaan nama tokoh utama dari setiap cerpen. Roni dan Nita merupakan dua tokoh utama yang selalu ada dalam setiap cerpen. Kadang ini cukup mengganggu, saat pembaca sudah menyelami karakter Roni dan Nita dalam sebuah cerpen, tiba-tiba dia harus menyiapkan diri untuk menerima tokoh Roni dan Nita dengan karakter yang jauh berbeda. Tapi hal ini  bisa disiasati dengan membaca satu cerpen dalam satu saat. Pembaca harus menyelesaikan satu cerita pada saat tertentu, lalu membaca cerita lainnya pada saat yang lain. Dan ini cukup memungkinkan karena tiap cerpen menyajikan kisah yang cukup panjang.
Buku ini sangat layak kita sambut kehadirannya sebagai bacaan sastra yang bermutu yang akan memperkaya aspek kemanusiaan kita. []

Rabu, 01 Januari 2014

Bumi Ini Hanya Titipan dari Anak Cucu




Judul Buku      : Think Green, Go Green
Penulis             : Fransiska Widiarti, dkk
Penerbit           : Pustaka Jingga, Lamongan
Cetakan           : I, April 2013
Tebal               : 220 halaman
Peresensi        : Mulyoto M 



Bumi ini bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan dari anak cucu kita. Adagium ini sangat popular di kalangan pecinta lingkungan.
Memang, kalau kita berpandangan bahwa bumi ini merupakan warisan nenek moyang, kita akan cenderung mengeksploitasinya dengan semena-mena. Hutan kita tebang dengan membabi-buta, perut bumi kita keruk sebanyak-banyaknya, minyak bumi kita sesap tak kira-kira. Lalu kita membuang sampah di sembarang tempat.
Kita berseru: “Biarin bumi ini rusak! Toh, ini warisan dari nenek moyang kita!”
Berbeda kalau kita berpandangan bahwa bumi ini titipan dari anak cucu kita. Layaknya sebuah titipan, kita kelak harus mengembalikannya minimal sama dengan saat kita menerima. Syukur kalau kondisinya lebih baik.
Konsekuensinya, kita harus menjaga kelestarian bumi ini.
Untuk bisa menjaga agar kehidupan di bumi ini tetap lestari, kita tidak harus menjadi superman yang mampu menggempur batu meteor yang akan jatuh ke bumi. Kita tak harus menjadi Tarzan yang selalu menjaga hutan dari jarahan orang-orang serakah. Kita juga tidak harus menjadi ilmuwan yang bisa menemukan teknologi pengolahan limbah. Kita cukup menjadi diri kita. Caranya adalah berperilaku ramah lingkungan.
Buku ini banyak memberi contoh tindakan praktis yang bisa kita lakukan sebagai pengejawantahan perilaku ramah lingkungan.
Pertama, menanam pohon. Jika ada lahan kosong, maka tanami saja pohon! Pohon mangga, pohon jambu, pohon jeruk, dan lain-lain. Jika sudah tidak tersedia lahan, kita bisa menanam di pot: tomat, cabe, jambu biji, tanaman obat, dan tanaman-tanaman lain yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tanaman-tanaman itu akan mendaur-ulang karbon dioksida (CO2) hasil respirasi dan pembakaran, lalu mengubahnya menjadi oksigen (02) lewat peristiwa fotosintesis.
Kedua, membuang sampah pada tempatnya. Syukur kalau sampah sudah dipilah-pilah. Sampah anorganik seperti plastik, kertas dan logam dibuang pada tempat sampah khusus, terpisah dengan sampah organik seperti sampah rumah tangga, daun, dan sebagainya.
Ketiga, mengurangi penggunaan plastik. Saat berbelanja ke pasar misalnya, kita bisa mengurangi penggunaan plastik dengan membawa tas dari rumah. Jadi barang tidak perlu diwadahi dengan tas kresek yang membutuhkan waktu puluhan tahun agar terurai. Barang cukup dibungkus dengan daun saja yang mudah diuraikan. Lalu dimasukkan ke dalam tas. Saat kita membeli buku, misalnya, kita juga bisa menolak diberi tas kresek. Kalau kita sudah membawa tas, kan, buku langsung bisa dimasukkan ke dalamnya tanpa perlu plastik pembungkus?
Contoh tindakan praktis lain yang diungkapkan di buku ini: mematikan lampu yang tidak digunakan, mengurangi penggunaan tisu dan kertas, mematikan kran air, dan lain-lain.
Di samping aksi yang sifatnya personal, di dalam buku ini juga dicontohkan aksi yang bersifat massif. Misalnya gerakan penghjauan, pengolahan limbah urine dan pengolahan sampah.
Yang pasti, aksi ramah lingkungan tidak harus yang ndakik-ndakik (terlalu tinggi, red) dan dikemukakan secara teoritis dengan mulut berbusa-busa.
Buku ini layak kita sambut kehadirannya di tengah-tengah upaya pelestarian lingkungan. []