Kamis, 28 Juni 2007

Akuntabilitas Sekolah: Terganjal Kepentingan Pribadi

Idealnya, sekolah sebagai institusi bertanggung jawab kepada masyarakat. Apa yang telah diprogramkan, bagaimana pelaksanaan di lapangan, dan bagaimana hasilnya, masyarakat mestinya tahu. Minimal melalui forum komite sekolah. Minimal lagi dalam forum rapat warga sekolah: guru, karyawan, perwakilan siswa yang duduk di OSIS, dan stakeholder pendidikan.
Alangkah hebatnya ketika awal tahun ajaran, kepala sekolah dan para wakasek selaku pengendali roda "pemerintahan" sekolah, memfloorkan RAPBS (rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah). Segenap warga sekolah boleh mengkritisi RAPBS, termasuk mengajukan usulan-usulan program. Partisipasi guru, karyawan, dan siswa dalam pengambilan kebijakan ini berlanjut hingga tahap implementasi program. Lalu, di akhir tahun, ada pertanggung jawaban. Ada evaluasi atas program yang tercapai dan tidak. Dan yang paling penting, ada kontrol atas keluar masuknya keuangan.
Sungguh, hal ini menjadi kerinduan saya sejak lama. Tapi, hingga kini kerinduan tinggal kerinduan. Manajemen masih cenderung "korup". Manajemen masih berjalan asal-asalan. Termasuk manajemen keuangan. Dalam kondisi yang begini, siapa yang bisa menjamin bahwa dana sekolah baik yang bersumber dari masyarakat, orang tua, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat benar-benar secara efektif terbelanjakan bagi berbagai upaya peningkatan kualitas pendidikan?
Konsep MBS sebenarnya telah memberi warning: akuntabilitas! Sekali lagi akuntabilitas! Tapi, ya, itulah. Ketika kepentingan pribadi masih lebih utama dari pada kepentingan orang banyak, ketika gairah memperkaya diri tidak terkendali, jangan harap akuntabilitas yang kita inginkan akan terwujud.
Yang ada hanya mimpi. Lalu kita akan menyanyikan lagu mimpi tetap mimpi, dan kerinduan tinggal kerinduan. Kapankah potret manajemen sekolah kita yang begini ini akan berubah?
Jangan tanya saya. Tanya saja pada diri kita masing-masing!

3 komentar:

Edi Supriyanto mengatakan...

Salam kangen Pak Mul, masih ingat aku "Edi Fisika" Tulungagung.
Selain faktor kepentingan, pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh salahnya menyikapi setiap kebijakan dengan alasan membantu peserta didik yang sebenarnya malah melakukan pembodohan terhadap peserta didik.
Teruskan perjuangan untuk meluruskan hal tersebut.
Aku tunggu kunjungannya di blok http://pamong.wordpress.com

Minta info alamat Mr. Subanji yang bisa dihubungi. Thanks before.

MGMPMATSMPSUMENEP mengatakan...

Cocok Pak itu adalah idealnya,tetapi semua itu tergantung dari leadernya.Kalau Ksnya jg ideal saya rasa itu bukan sekedar mimpi, insya Allah.

Salam dari teman lama di IKIP.Hermanto off A Angk '90

drmandangmichael@gmail.com mengatakan...

“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.”

Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: “Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.”
Maka pergilah Elifas, orang Teman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub.

Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
Kemudian datanglah kepadanya semua saudaranya laki-laki dan perempuan dan semua kenalannya yang lama, dan makan bersama-sama dengan dia di rumahnya. Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya, dan mereka masing-masing memberi dia uang satu kesita dan sebuah cincin emas.
TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina.
Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan;
dan anak perempuan yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga Kerenhapukh.
Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya laki-laki.
Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat.
Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.