Pada suatu senja
ketika daun bambu luruh berputar-putar dalam pandang mata nanarku
Kulihat engkau katakan padaku lirih
- Aku ingin mereguk nikmatnya madu cinta bunga melati
Reguk saja, kataku
Daun bambu masih luruh bersama desis angin parau
Aku masih termangu dalam senja biru itu
Biarlah aku mengembara menciumi bukit-bukit hijau
Biarlah aku terbang mengambang di atas awan, ringan
Senja itu, kau bisikkan kata-kata
Aku bisikkan juga ketelingamu
Birakan angin kering menyapa kita
Kita tetap tertawa, seperti biasa
Kita tetap mandi di kali: lepas seluruh baju, lalu berlari dan terjun bebas di atas riuh sungai
Bebasnya kita saat itu
Seperti burung emprit bergerombol
mencuri bulir padi pak tani
lalu kita bisa terbang ke mana kita suka
Ah, rasanya aku ingin kembali
membaui lumpur kampung malasan di Trenggalek
Saat ayah ibuku masih muda dan merindukanku untuk senantiasa pulang
Kini kerinduan itu muncul lagi, tapi aku hanya bisa menangis
melihat ayah-ibuku renta
dan aku tak lagi bisa menangkap kerinduannya
Ah, tidak ayah-ibu, aku masih seperti dulu
Aku masih bisa mendengar panggilanmu
2 komentar:
ternyata teman lama, masih suka ber puisi. LANJUTKAN...... SAlam
Wah, Niken yang mana, ya? Maaf, mungkin aku udah lupa.
Posting Komentar